Selasa, 28 November 2017

Hukum Agraria Nasional

Hukum Agraria Nasional

Sejarah Penyusunan UUPA.
Perjalaanan panjang dalam uapaya perancangan UUPA dilakukakan oleh Lima Panitia rancangan, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria Jakarta, Panitia Rancangan Soewahjo, Panitia Rancangan Soenarjo, dan Rancangan Sadjarwo.
                                          
1.      Panitia Rancangan Yogyakarta.
a.      Dasar Hukum.
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor : 16 Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948, berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo, Kepala Bagian Agraria Kementerian Agraria. Panitia ini bertugas anatara lain :
1)            Memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal mengenai   
hukum tanah pada umumnya;
2)            Merencanakan dasar-dasar hukum tanah yang memuat politik agararia Republik
Indonesia;
3)            Merencanakan peralihan, penggantian, pencabutan peraturan-peraturan lama
tentang tanah yang tidak sesuai lagi dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka;
4)      Menyelidiki soal-soal lain yang  berkenaan dengan hukum tanah.

b.      Asas-asas yang Menjadai Dasar Hukum Agraria Indonesia.
Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan dasar-dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu :
1)      Meniadakan asas domein dan pengakuan adanya hak ulayat
 (BAB I dasar- dasar dan ketentuan pokok, pasal 3)
2)      Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang
         dapat dibebani hak tanggungan;( BAB 2 hak-hak atas tanah,air dan ruang
         angkasa serta pendaftaran atas tanah pasal 25 dan Pasal 1 ayat 1 UU No.4
        Tahun 1996  Tentang hak tanggungan)  
 3)    Mengadakan penyelidikan terutama di negara tetangga tentang kemungkinan
pemberian hak milik atas tanah kepada orang asing;(BAB 2 pasal 21 ayat 3, pasal 22 dan 26; PP NO.103 2015;Mentri Agraria No.9 tahun 1999;)
4)            Perlu diadakan penetapan luas minimum pemilikan tanah bagi para petani kecil
   untuk dapat hidup layak untuk Jawa 2 hektar (UUPA BAB 1 pasal 7;BAB 2
   Bagian 1 pasal 17;UU 56 Prp Tahun 1960; pelaturan yang berlaku di jawa  
   dan Madura)
5)            Perlu adanya penetapan luas maksimum pemilikan tanah yang siusulkan untuk
pulau Jawa 10 hektar, tanpa memandang macamnya tanah, sedang di luar Jawa masih diperlukan penelitian lebih lanjut;( Pasal 2,7,dan 17 UUPA; menurut ketentuan diluar Jawa; Permenang No.18 tahun 2016;)
6)            Perlu diadakan regitsrasi tanah milik dan  hak-hak lainnya.(Lihat UUPA BAB&Bagian II ;pendaftaran tanah  pasal 19 ayat 1-2,dan PP NO.24 Tahun 1997 )

c.       Keanggotaan Panitia.
Panitia Yogyakarta beranggotakan sebagai berikut :
1)      Para pejabat dari berbagai kementrian dan jawatan;
2)      Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;
3)      Para ahli hukum, wakil-wakil daerah dan ahli adat;
4)      Wakil dari dari sarikat buruh perkebunan;

2.      Panitia Jakarta.
a.      Dasar Hukum.
Panitia Yogyakarta dibubarkan dengan Keputusan Presiden Nomor : 36 Tahun 1951 tanggal 19 Maret 1951, sekaligus dubentuk Panitia Agraria Jakarta yang  berkedudukan di Jakarta.

b.      Keanggotaan.
Panitia Jakarta beranggotakan :
1)            Ketua : Sarimin Reksodihardjo, kemudian pada tahun 1953 diganti oleh Singgih
Praptodihardjo (Wakil Kepala Bagian Agraria Kementrian Agararia);
2)      Pejabat-pejabat kementrian;
3)      Pejabat-pejabt jawatan; dan
4)      Wakil-wakil organisasi tani.

c.       Usulan kepada pemerintah.
Dalam laporannya panitia ini mengusulkan beberapa hal dalam hal tanah pertanian, sebagai berikut :
1)            Mengadakan batas minimum pemilikan tanah, yaitu 2 hektar dengan
mengadakan peninjauan lebih lanjut sehubungan dengan berlakunya hukum adat dan hukum waris(UUPA Pasal 7,20 dan 56; ;penyelesaiyan masalah hak ulayat hukum adat ‘Permeng Agraria no.5 tahun 1999 )
2)            Mengadakan ketentuan batas maksimum pemilikan tanah, hak usaha, hak sewa,
dan hak pakai;( Bab1 pasal 2,7,17dan 53 UUPA ;)
3)            Pertanian rakyat hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan tidak
dibedakan antara warga negara asli dan bukan asli. Badan hukum tidak dapat mengerjakan tanah rakyat;(pasal 21 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1 UUPA)
4)            Bagunan hukum untuk pertanian rakyat ialah hakl milik, hak usaha, hak sewa,
dan hak pakai;(ketentuan umum pasal 16,42 dan 30 UUPA)
5)            Pengeturan hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar negara dengan suatu
undang-undang.(pasal 3 UUPA)

3.      Panitia Soewahjo.
a.      Dasar Hukum.
Guna mempercepat proses pembentukan undang-undang agraria nasional, maka dengan Keputusan Presiden RI tertanggal 14 Januari 1956 Nomor :  1 Tahun 1956, berkedudukan di Jakarta, diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria. Tugas utama panitia ini adalah mepersiapkan rencana undang-undang pokok agararia yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun.

b.      Rancangan Undang-undang.
Panitia ini berhasil menyusun naskah Rancangan Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 1 Januari 1957 yang pada berisi :
1)            dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang harus ditundukkan
pada kepentingan umum (negara);(Kebijakan Pemerintah Belanda Agrarische Besluit(Stb 1870 n0.118) pasal 2 ayat 4 UUPA ketentuan pasal 1 dan 2)
2)            Asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan Pasal
         38 ayat (3) UUDS 1950;(dibuatnya UUPA ketentuan pasal 2 dan 3 dan 
          dihapusnya hukum kolonial)
3)            Dualisme hukum agraria dihapuskan. Secara sadar diadakan kesatuan hukum
    yang akan memuata lembaga-lembga dan unsur-unsur yang baik, baik yang 
     terdapat dalam hukum adat maupun hukum barat;(dihapusnya hukum kolonial)
4)            Hak-hak atas tanah : hak milik sebagai hak yang terkuat yang berfungsi sosial
kemudian ada hak usaha, hak bangunan dan hak pakai;(pasal 6 Bagian 1 dan ketentuan hak-hak atas tanah)
5)            Hak milik hanya boleh dipunyai oleh warga negara Indonesia yang tidak
diadakan pembedaan antara waraga negara asli dan tidak asli. Badan-badan hukum pada asasnya tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah;(Pasal 21 :Bg.1 pasal 9)
6)            Perlu diadakan penetapan batan maksimum dan minimum luas tanah yang boleh
menjadi milik seseorang atau badan hukum;(pasal 7 UUPA dan UU No.56  Tahun 1960)
7)            Tanah  pertanian pada asasnya perlu dikerjakan dan diushakan sendiri oleh
pemiliknya; Perlu diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.( Pasal 10 BAB I ayat 1)

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 97 Tahun 1958 tanggal 6 Mei 1958 Panitia Negara Urusan Agraria (Panitia Soewahjo) dibubarkan.

4.      Rancangan Soenarjo.
Setelah diadakan perubahan sistematika dan rumusan beberapa pasal,  yang diajukan oleh Mentri Agraria kepada Dewan Mentri dalam sidangnya ke 94 pada tanggal 1 April 1958 dan kemudian diajukan ke DPR dengan amanat Presiden tanggal 24 april 1958 no. 1307/HK.
Rancangan Panitia Soewahjo diajukan oleh Menteri Soenarjo ke Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk membahas rancangan tersebut, DPR perlu mengumpulkan bahan yang lebih lengkap dengan meminta kepada Universitas Gadjah Mada, selanjutnya membentuk panitia ad hoc .
Selain dari Universitas Gadjah Mada bahan-bahan juga diperoleh dari Mahkamah Agung RI yang diketuai oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro.
(Lihat



5.      Rancangan Sadjarwo.
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali UUD 1945. Karena rancangan Soenarjo disusun berdasarkan UUDS 1950, maka pada tanggal 23 Maret 1960 no.1532/HK/1960 rancangan tersebut ditarik kembali.
Dalam rangka menyesuaikan rancangan UUPA dengan UUD 1945, perlu diminta saran dari Universitas Gadjah Mada. Untuk itu, pada tanggal 29 Desember 1959.
 Setelah selesai penyusunannya, maka rancangan UUPA diajukan kepada DPRGR. Pada hari Sabtu tanggal 24 September 1960 rancanan UUPA sisetujui oleh DPRGR dan kemudian disahkan oleh Presiden RI menjadi Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undang-undang Pokok Agraria disingkat UUPA.

Berdasarkan hukum adat (pasal 5)
Tidak mengabaikan unsur  agraria ,mewujudkan masyarakat yang adil,dan makmur,merupakan penjelmaan nilai pancasila,merupakan pelaksanan Dekrit Presiden,,melaksanakan ketentuan pasal 33  UUD 1945 (LIHAT TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA dari A-E)




LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 104, 1960

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1960
TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:a.bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur;
b.bahwa hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta;
c.bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat di samping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat;
d.bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum;

Berpendapat: a. bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama;
b.bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya, fungsi bumi, air dan ruang angkasa, sebagai yang dimaksud di atas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
c.bahwa hukum agraria nasional itu harus mewujudkan penjelmaan dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan. Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, sebagai azas kerokhanian Negara dan cita-cita bangsa, seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar.
d.bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong;
e.bahwa berhubung dengan segala sesuatu itu perlu diletakkan sendi-sendi dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam bentuk Undang-undang yang akan merupakan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional tersebut di atas;

Memperhatikan:Usul Dewan Pertimbangan Agung Sementara Republik Indonesia No. I/Kpts/Sd/II/60 tentang Perombakan Hak Tanah dan Penggunaan Tanah;

b.Pasal 33 Undang-undang Dasar;
c.Penetapan Presiden No. 1 tahun 1960 (Lembaran Negara 1960 No. 10) tentang Penetapan Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 sebagai Garis-garis besar dari pada haluan Negara dan Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960;
d.Pasal 5 jo. 20 Undang-undang Dasar;

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong

MEMUTUSKAN:

Dengan Mencabut:
1."Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), Sebagai Yang Termuat Dalam Pasal 51 "Wet Op De Staatsinrichting Van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No. 447) Dan Ketentuan Dalam Ayat-ayat Lainnya Dari Pasal Itu;
2."Domeinverklaring" Tersebut Dalam Pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad 1870 No. 118);
b."Algemene Domeinverklaring" Tersebut Dalam Staatsblad 1875 No. 119a;
c."Domeinverklaring Untuk Sumatera" Tersebut Dalam Pasal 1 Dari Staatsblad 1874 No. 94f;
d."Domeinverklaring Untuk Keresidenan Menado" Tersebut Dalam Pasal 1 Dari Staatsblad 1877 No. 55;
e."Domeinverklaring Untuk Residentie Zuider En Oosterafdeling Van Borneo" Tersebut Dalam Pasal 1 Dari Staatsblad 1888 No. 58;
3.Koninklijk Besluit Tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No. 117) Dan Peraturan Pelaksanaannya;
4.Buku Ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia Sepanjang Yang Mengenai Bumi, Air Serta Kekayaan Alam Yang Terkandung Di Dalamnya, Kecuali Ketentuan-ketentuan Mengenai Hypotheek Yang Masih Berlaku Pada Mulai Berlakunya Undang-undang Ini;

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA.

PERTAMA
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.
Pasal 2
(1)Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2)Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:
a.mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b.menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c.menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3)Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4)Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Pasal 4
(1)Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
(2)Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3)Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.

Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Pasal 6
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 7
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 9
(1)Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
Pasal 10
(1)Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2)Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.

BAB II
HAK-HAK ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA
SERTA PENDAFTARAN TANAH.

Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan umum.

Pasal 16
(1)Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah:
a.hak milik,                                                                     
b.hak guna-usaha,
c.hak guna-bangunan,
d.hak pakai,
e.hak sewa,
f.hak membuka tanah,
g.hak memungut-hasil hutan,
h.hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2)Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah:
a.hak guna air,
b.hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c.hak guna ruang angkasa.
Pasal 17
(1)Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2)Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat.
(3)Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4)Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Bagian II
Pendaftaran tanah.

Pasal 19
(1)Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a.pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b.pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c.pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3)Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4)Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut
Bagian III
Hak milik,

Pasal 20
(1)Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2)Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 21
(1)Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2)Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3)Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4)Selama seseorang di samping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Pasal 22
(1)Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena:
a.penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b.ketentuan Undang-undang.

Pasal 23
(1)Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2)Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 24
Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 25
Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 26
(1)Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang. dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

Pasal 56
Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 58
Selama peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.

KEDUA

KETENTUAN-KETENTUAN KONVERSI.

Pasal I.
(1)Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
(2)Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing, yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat (1), yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut di atas.
(3)Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga-negara yang di samping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat (1), dengan jangka waktu 20 tahun.

KEEMPAT.

A.Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara.
B.Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A di atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tujuan Negara

    Negara merupakan organisasi manusia yang dibentuk untuk mencapai  tujuan   bersama      Tujuan utama berdirinya negara pada...